Kamis, 16 Februari 2012

Rubik Budaya - Daerah Perlu Buat Undang-Undang Cagar Budaya



Hardnews-Padang-Jumaat 10 Februari 2012- Pakar Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat Alfa Noranda mengutarakan daerah perlu membuat Undang-Undang Pelestarian Cagar Budaya guna mencegah berkurangnya jumlah cagar budaya yang ada.

"Dari inventarisasi dan data Balai Pelestarian Peninggalan Pusaka (BP3) Batusangkar yang telah diklarifikasi, aset cagar budaya yang paling banyak berada di kota Padang, namun secara historis tiap daerah di Sumbar memiliki potensi cagara budaya yang sama," katanya, di Padang, Sabtu. 

Menurut dia, untuk pelestarian situs cagar budaya yang sesuai UU secara teknis, baru diterapkan di Kota Sawahlunto. 

Ia mengatakan, terkait pelestarian cagar budaya, para legislator harus mengetahui konteks pelestarian benda cagar budaya. 

Konteks pelestarian benda cagar budaya, lanjut Alfa, harus melihat bahan, bentuk, dan keaslian cagar budaya itu. 

Alfa menilai, tindakan penyemenan situs budaya akan menghilangkan konteks keaslian benda. Sebagai contoh adalah lubang Jepang yang ada di kota Bukittinggi. 

"Pelestari dan pemerintah belum menemukan solusi yang tepat untuk pelestarian situs cagar budaya," ujar Arkeolog lulusan UGM itu. 

Ia mengemukakan, pelestari dan pemerintah harus membuat perencanaan dalam pengolaan cagar budaya yang sesuai dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya. 

Sementara untuk menghindari bentrok antar kepentingan maka sangat perlu dibuat UU tingkat daerah yang sama-sama mengakomodir kepentingan budaya dan sektor lainnya.

Di Sumatera Barat, kata dia, baru di Kota Sawahlunto yang mempunyai UU pelestarian situs cagar budaya tingkat daerah. 

Sementara itu, melihat kondisi cagar budaya di Kota Padang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Padang menyatakan cagar budaya yang ada di kota tersebut saat ini mulai menipis. 

"Saat ini hanya tersisa 40 cagar dari sebelumnya mencapai 73 aset," kata Kepala Bidang Seni dan Budaya Didsbudpar Padang Muharman. 

Ia menyebutkan, sebanyak 33 cagar telah hancur akibat gempa pada 30 September 2009. 

Ia mengatakan, salah satu jenis cagar budaya di Padang yang masih terhitung banyak yakni seperti rumah peninggalan zaman Belanda dan Jepang. 

Rumah-rumah itu, saat ini menjadi milik pribadi dari sebagian warga yang berada di kawasan "Padang Kota Lama" dan tempat lainnya. 

Selain itu, cagar budaya terdiri atas kantor seperti kantor Balaikota Padang, Bank Indonesia di Batang Arau, dan Sekolah Dasar (SD) Agnes, katanya.

"Dulunya, Hotel Ambacang yang hancur karena gempa 30 September 2009 juga termasuk dari cagar budaya di Padang, namun setelah direkonstruksi, saat ini bentuk hotel itu tidak lagi serupa dengan mulanya" katanya.

Muharman menyebutkan, kendala dalam melestarikan cagar budaya adalah masalah dana. Sedangkan untuk cagar budaya yang telah menjadi milik pribadi, maka biaya perawatannya diserahkan kepada oleh pemilik.

"Sedangkan kantor, bank, hotel dan sekolah dibiayai oleh instansi masing-masing," kata dia.

Ia menambahkan, di Kota Padang, memang belum ada UU terkait pelestarian cagar budaya itu. 

Menurut dia, hal itu memang berdampak negatif terhadap pelestarian cagar budaya di "Kota Bingkuang" itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar